Sabtu, 04 Mei 2013

softskill 2 (tugas portofolio)



A.   PENYESUAIAN DIRI

1.     Pengertian Penyesuaian Diri
Dalam kehidupan sehari-hari, Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu  yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.
Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut  dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).

Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).

Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).

2.     Konsep Penyesuaian Diri
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dpat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif dengan tujuan aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya, penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
3.     Pertumbuhan Personal
Manusia  merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

a.      Penekanan Pertumbuhan, Penyesuaian Diri Dan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Carl Rogers (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
  1. Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
  2. Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali.
  3. Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
b.      Variasi Dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

c.       Kondisi-Kondisi Untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.

d.      Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):
     
B.   STRESS
1.     Apa itu stress ? Efek-efek dari stress
Stress suatu kata yang sering sekali kita dengar bahkan sering kita alami. Dewasa ini orang banyak yang mengalami stress bahkan anak kecilpun bisa mengatakan sedang mengalami stress itu semua di akibatkan dengan banyaknya permasalahan yang di alami orang-orang saat ini. Apakah sebenarnya stress tersebut. Dan memang jika tak terhindarkan tentu kita harus membekali diri agar dapat menghadapi stress secara sehat, sehingga apapun tekanan yang terjadi dalam hidup kita, walau menimbulkan stress, tidak akan mempengaruhi kesehatan jiwa kita secara buruk.

Stress adalah pengalaman emosi negative dan beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat yang disertai oleh perubahan yang dapat diperkirakan dalam hal biokimia, fisiologis, kognitif, behavorial, yang tujuannya untuk mengubah peristiwa stressful atau mengakomodasi

Penyebab dari stress yang disebut dengan istilah stressor bisa merupakan hal yang subyektif maupun obyektif. Ada peristiwa tertentu menimbulkan stress bagi seseorang namun bagi orang lain hal tersebut merupakan sesuatu peristiwa yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah ‘persepsi’. Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Namun memang ada beberapa karakteristik peristiwa tertentu yang rentan menimbulkan stress yaitu :
o   Peristiwa negative dalam hidup
o   Peristiwa dimana kita tidak memiliki kendali
o   Peristiwa dimana kita diperhadapkan pada ketidakpastian akan aturan yang ada (ambigu)
o   Peristiwa dimana kita menjadi overloaded
o   Peristiwa dimana hal itu berdampak pada area hidup kita yang penting

“ General Adaption Syndrom ” menurut Hans Selye
Hans Selye berpendapat bahawa ketika suatu organisme berhadapan dengan stresor ia akan menggerakkan dirinya untuk bertindak. Respon yang dipamerkan berupa tidak spesifik dan tergantung kepada stresor tersebut. Dari waktu ke waktu, paparan stres yang berkepanjangan dan berulang akan merugikan sistem tubuh. GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem Neuroendokrin.

Menurut teori general adaptation syndrome yang dibuat oleh Hans Selye pada tahun 1950, dinyatakan bahwa terdapat tiga tahapan yang dapat ditentukan sehubungan dengan tanggapan terhadap stres manusia, yaitu tahap kecemasan (alarm stage), tahap perlawanan (resistance stage) dan tahap keletihan (exhaustion stage).

a.      Fase reaksi yang mengejutkan (alram reaction)
Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup,keluar keringat dingin,muka pucat,leher tegang.nadi nergerak cepat,dsb.fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stress.
b.      Fase perlawanan (stage of resistence)
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stress,sebab pada tingkat tertentu,stress akan membahyakan.tubuh dapat mengalami disfungsi,bila stress dibiarkan berlarut-larut.selama masa perlawanan tersebut,tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang,karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
c.       Fase Keletihan ( stage of Exhaustion)
Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan.akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapt menyerang bagian-bagian tubuh yang lemah.
2.     Faktor-faktor individual&sosial yang menjadi penyebab stress
Sumber Stres (Stressor)
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).
Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992), yaitu :
-          Distress( stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
-          Eustress (stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.
Faktor individual penyebab stress :
Stress muncul dalam diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan,bila seseorang mengalami konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber stress yang utama.
Faktor sosial penyebab stress :
Stress juga dapat bersumber dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Perselisihan dalam hubungan seperti masalah keuangan, saling acuh tak acuh dan tujuan yang saling berbeda, dapat menimbulkan tekanan ke dalam diri yang menyebabkan individu mengalami stress. Pengalaman stress yang umum misalnya, bersumber dari pekerjaan , khususnya (occupational stress” yang telah diteliti secara luas
3.     Tipe-tipe stress
Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres  bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan, dan krisis (kecemasan).
Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti D3 AKPER program khusus puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya dan sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macammacam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :
a. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yangsulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
c. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok
Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking satu, atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.
Kecemasan merupakan kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah padanya.
4.     Symtom Reducing Responses terhadap stress
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus – menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Berikut mekanisme pertahana diri (defense mechanism) yang biasa digunakan individu untuk dijadiakan strategi saat menghadapi stress:
·         Identifikasi
·         Kompensasi 
·         Overcompensation/ reaction formation
·         Sublimasi
·         Proyeksi
·         Introyeksi
·         Reaksi konversi
·         Represi
·         Supresi
·         Denial
·         Regresi
·         Fantasi
·         Negativisme
·         Sikap mengkritik orang lain
 Strategi Coping untuk mengatasi Stress “Minor”
Coping yang digunakan individu secara sadar dan terarah dalam mengatasi sakit atau stressor yang dihadapinya. Metode coping bisa diperoleh dari proses belajar dan beberapa relaksasi. Jika individu menggunaan strategi coping yang efektif dan cocok dengan stressor yang dihadapinya, stressor tersebut tidak akan menimbulkan sakit (disease), tetapi stressor tersebut akan menjadi suatu stimulan yang memberikan wellness dan prestasi.
Untuk mengatasi stres minor, individu dapat mengatur istirahat yang cukup dan olah raga yang teratur. Karena cara hidup yang teratur dapat membuat orang jarang mengalami stres.
Relaksasi dan meditasi juga salah satu cara untuk mengurang stres “minor”. Dengan merasa rileks, seseorang dapat lebih tajam untuk mengetahui bagaian tubuh mana yang mengalami stres lalu mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula. Selain iu meditasi juga memiliki keuntungan lain seperti konsentrasi menjadi lebih tajam dan pikira menjadi lebih tenang.
Namun dari semua strategi yang ada, menguah sikap hidup merupakan strategi yang paling ampuh untuk mengurangi stres yang dirasakan. Dengan mengubah pikiran negatif menjadi positif orang bisa merasa lebih baik dalam menghadapi stressornya. Orang juga merasa ikhlas dalam menjalani setiap masalah yang akan terus ada dalam hidupnya.
Menurut Lazurus penanganan stress atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
  1. Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)  adalah istilah Lazurus untuk strategi kognitif untuk penanganan dtress atau coping yang digunakan oleh individu yang mengahadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
  2. Coping yang berfokus pada emosi (problem focused coping) adalah isitlah Lazurus untuk strategi penanganan stress diaman individu memberikan respon terhadad situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penialaian defensif.
5.     Pendekatan Problem Solving terhadap Stress dan Bagaimana Meningkatkan Toleransi Stress

Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan metode biofeddback, tekniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai Feedback.
Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah pada Tuhan).

Meningkatkan Toleransi Stress
Menigkatkan toleransi terhadap stress dengan cara menigkatkan keterampilan / kemampuan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya secara psikis : menyadarkan diri sendiri bahwa stress memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intesitas yang berbeda. Secara fisik : mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton acara-acara  hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melakukan tai chi, yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.


SUMBER :

http://belajarpsikologi.com/pengertian-penyesuaian-diri/
http://www.psychologymania.com/2012/02/penyesuaian-diri-dan-kesehatan-mental.html
http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/penyesuaian-diri-pertumbuhan-personal.html
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta
Andi Sunaryo. 2002. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Andi Semiun, Yustinus . 2006 .Kesehatan Mental . Yogyakarta : Kanisius
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi abnormal. Jakarta: Salemba Humanika
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
http://www.psychologymania.com/2015/05/pengertian-stress.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar