A.
PENYESUAIAN
DIRI
1. Pengertian
Penyesuaian Diri
Dalam kehidupan sehari-hari, Penyesuaian diri merupakan
salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam
hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan
kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak
jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan
oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh
tekanan.
Penyesuaian diri merupakan suatu
proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi
hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas
dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia
sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan
lingkungannya.
Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan
psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu
terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu
sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek
kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar
dirinya (Desmita, 2009:191).
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).
2. Konsep Penyesuaian
Diri
Makna akhir
dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang
telah dipelajari dpat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan
kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Sejak lahir sampai
meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif dengan tujuan
aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang
kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya, penyesuaian diri secara
harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Penyesuaian
dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan
eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah
dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan
sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti
menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai
penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi
respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik,
kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
3. Pertumbuhan Personal
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia
disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan
dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan
hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah
faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini
disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering
bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau
norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan
personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup
masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu
juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
a.
Penekanan
Pertumbuhan, Penyesuaian Diri Dan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil
dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak
yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai
proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi,
pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan
ukuran dan struktur biologis. Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh
Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis,
perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai
keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara
bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri
anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi
semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Carl Rogers (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi
pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
- Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
- Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali.
- Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
b. Variasi Dalam Pertumbuhan
Tidak
selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil
melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam
dirinya atau mungkin diluar dirinya.
c. Kondisi-Kondisi Untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan
temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara
intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon
mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh
dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf
yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan
diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan
kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf,
kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar,
dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan
kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf
bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan
dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas
penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi
kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit
jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
d. Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.”
(Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers,
yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers
menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan
sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):
B.
STRESS
1. Apa itu
stress ? Efek-efek dari stress
Stress suatu kata yang sering sekali kita dengar bahkan
sering kita alami. Dewasa ini orang banyak yang mengalami stress bahkan anak
kecilpun bisa mengatakan sedang mengalami stress itu semua di akibatkan dengan
banyaknya permasalahan yang di alami orang-orang saat ini. Apakah sebenarnya
stress tersebut. Dan memang jika tak terhindarkan tentu kita harus membekali
diri agar dapat menghadapi stress secara sehat, sehingga apapun tekanan yang
terjadi dalam hidup kita, walau menimbulkan stress, tidak akan mempengaruhi
kesehatan jiwa kita secara buruk.
Stress adalah pengalaman emosi negative dan beban rohani
yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang
terkontrol secara sehat yang disertai oleh perubahan yang dapat diperkirakan
dalam hal biokimia, fisiologis, kognitif, behavorial, yang tujuannya untuk
mengubah peristiwa stressful atau mengakomodasi
Penyebab dari stress yang disebut dengan istilah stressor
bisa merupakan hal yang subyektif maupun obyektif. Ada peristiwa tertentu
menimbulkan stress bagi seseorang namun bagi orang lain hal tersebut merupakan
sesuatu peristiwa yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang
membedakan adalah ‘persepsi’. Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi
yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Namun memang ada
beberapa karakteristik peristiwa tertentu yang rentan menimbulkan stress yaitu
:
o
Peristiwa
negative dalam hidup
o
Peristiwa
dimana kita tidak memiliki kendali
o
Peristiwa
dimana kita diperhadapkan pada ketidakpastian akan aturan yang ada (ambigu)
o
Peristiwa
dimana kita menjadi overloaded
o
Peristiwa
dimana hal itu berdampak pada area hidup kita yang penting
“ General Adaption Syndrom ” menurut Hans
Selye
Hans Selye
berpendapat bahawa ketika suatu organisme berhadapan dengan stresor ia akan
menggerakkan dirinya untuk bertindak. Respon yang dipamerkan berupa tidak
spesifik dan tergantung kepada stresor tersebut. Dari waktu ke waktu, paparan
stres yang berkepanjangan dan berulang akan merugikan sistem tubuh. GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh
tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya adalah sistem saraf
otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan
Sistem Neuroendokrin.
Menurut teori general adaptation syndrome yang dibuat oleh Hans Selye pada tahun
1950, dinyatakan bahwa terdapat tiga tahapan yang dapat ditentukan sehubungan
dengan tanggapan terhadap stres manusia, yaitu tahap kecemasan (alarm stage), tahap perlawanan (resistance stage) dan tahap keletihan (exhaustion stage).
a. Fase reaksi yang mengejutkan (alram
reaction)
Pada fase ini
individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya
berdegup,keluar keringat dingin,muka pucat,leher tegang.nadi nergerak
cepat,dsb.fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stress.
b. Fase perlawanan (stage of resistence)
Pada fase ini tubuh
membuat mekanisme perlawanan pada stress,sebab pada tingkat tertentu,stress
akan membahyakan.tubuh dapat mengalami disfungsi,bila stress dibiarkan
berlarut-larut.selama masa perlawanan tersebut,tubuh harus cukup tersuplai oleh
gizi yang seimbang,karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
c. Fase Keletihan ( stage of Exhaustion)
Fase disaat orang
sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan.akibat yang parah bila seseorang
sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapt menyerang bagian-bagian tubuh
yang lemah.
2. Faktor-faktor individual&sosial yang menjadi penyebab stress
Sumber Stres (Stressor)
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi
yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons
fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada
seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat
stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa
jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang
memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo,
2002).
Menurut Selye dalam menggolongkan stres
menjadi dua golongan yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang
dialaminya (Rice, 1992), yaitu :
-
Distress(
stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat
tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu
mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan
untuk menghindarinya.
-
Eustress
(stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan
pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang
bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan
kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga
dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya
menciptakan karya seni.
Faktor individual penyebab stress :
Stress muncul dalam diri seseorang melalui
penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan,bila seseorang mengalami
konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber stress yang utama.
Faktor sosial penyebab stress :
Stress juga dapat bersumber dari interaksi
individu dengan lingkungan sosialnya. Perselisihan dalam hubungan seperti
masalah keuangan, saling acuh tak acuh dan tujuan yang saling berbeda, dapat
menimbulkan tekanan ke dalam diri yang menyebabkan individu mengalami stress.
Pengalaman stress yang umum misalnya, bersumber dari pekerjaan , khususnya
(occupational stress” yang telah diteliti secara luas
3. Tipe-tipe stress
Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat
mengalami stres. Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga,
dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada
empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan,
dan krisis (kecemasan).
Frustasi timbul akibat kegagalan dalam
mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya apabila ada perawat
puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti D3 AKPER program khusus
puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya dan
sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan
usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai,
kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
Konflik timbul karena tidak bisa memilih
antara dua atau lebih macammacam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis
konflik, yaitu :
a. Approach-approach conflict, terjadi
apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama
disukai, misalnya saja seseorang yangsulit menentukan keputusan diantara dua
pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya
kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini
biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila
individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya
wanita muda yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi
tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan
anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih
banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif
memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.
c. Approach-avoidance conflict, merupakan
situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin
menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang
berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak
dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok
Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup
sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita
atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu,
misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking satu, atau
istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.
Kecemasan merupakan
kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/kegelisahan, ketegangan, dan
rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya
sesuatu yang buruk. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak
tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang
akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah
padanya.
4. Symtom Reducing Responses terhadap stress
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan
berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus – menerus
merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki
mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk
mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Berikut mekanisme pertahana diri (defense
mechanism) yang biasa digunakan individu untuk dijadiakan strategi saat
menghadapi stress:
·
Identifikasi
·
Kompensasi
·
Overcompensation/
reaction formation
·
Sublimasi
·
Proyeksi
·
Introyeksi
·
Reaksi
konversi
·
Represi
·
Supresi
·
Denial
·
Regresi
·
Fantasi
·
Negativisme
·
Sikap
mengkritik orang lain
Strategi Coping untuk mengatasi Stress “Minor”
Coping yang digunakan individu secara sadar
dan terarah dalam mengatasi sakit atau stressor yang
dihadapinya. Metode coping bisa diperoleh dari proses belajar dan beberapa
relaksasi. Jika individu menggunaan strategi coping yang efektif dan cocok
dengan stressor yang dihadapinya, stressor tersebut
tidak akan menimbulkan sakit (disease), tetapi stressor tersebut
akan menjadi suatu stimulan yang memberikan wellness dan
prestasi.
Untuk mengatasi stres minor, individu dapat
mengatur istirahat yang cukup dan olah raga yang teratur. Karena cara hidup
yang teratur dapat membuat orang jarang mengalami stres.
Relaksasi dan meditasi juga salah satu cara
untuk mengurang stres “minor”. Dengan merasa rileks, seseorang dapat lebih
tajam untuk mengetahui bagaian tubuh mana yang mengalami stres lalu
mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula. Selain iu meditasi juga memiliki
keuntungan lain seperti konsentrasi menjadi lebih tajam dan pikira menjadi
lebih tenang.
Namun dari semua strategi yang ada, menguah
sikap hidup merupakan strategi yang paling ampuh untuk mengurangi stres yang
dirasakan. Dengan mengubah pikiran negatif menjadi positif orang bisa merasa
lebih baik dalam menghadapi stressornya. Orang juga merasa ikhlas dalam
menjalani setiap masalah yang akan terus ada dalam hidupnya.
Menurut Lazurus penanganan stress atau coping terdiri dari
dua bentuk, yaitu :
- Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) adalah istilah Lazurus untuk strategi kognitif untuk penanganan dtress atau coping yang digunakan oleh individu yang mengahadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
- Coping yang berfokus pada emosi (problem focused coping) adalah isitlah Lazurus untuk strategi penanganan stress diaman individu memberikan respon terhadad situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penialaian defensif.
5. Pendekatan Problem
Solving terhadap Stress dan Bagaimana Meningkatkan Toleransi Stress
Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan
metode biofeddback, tekniknya adalah mengetahui bagian-bagian
tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini
menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai Feedback.
Melakukan
sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana
keadaan diri kita sendri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini
akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah pada
Tuhan).
Meningkatkan
Toleransi Stress
Menigkatkan
toleransi terhadap stress dengan cara menigkatkan keterampilan / kemampuan diri
sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya secara psikis : menyadarkan
diri sendiri bahwa stress memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan
dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intesitas yang berbeda.
Secara fisik : mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton
acara-acara hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melakukan
tai chi, yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.
SUMBER
:
http://belajarpsikologi.com/pengertian-penyesuaian-diri/
http://www.psychologymania.com/2012/02/penyesuaian-diri-dan-kesehatan-mental.html
http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/penyesuaian-diri-pertumbuhan-personal.html
Siswanto.
2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta
Andi
Sunaryo. 2002. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Andi Semiun,
Yustinus . 2006 .Kesehatan Mental . Yogyakarta : Kanisius
Halgin,
R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi abnormal. Jakarta: Salemba
Humanika
Anonim.
1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
http://www.psychologymania.com/2015/05/pengertian-stress.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar